Puisi || Perempuan Tangguh dan Puisi Lainnya

 

(Sumber gambar: www.kompasiana.com)


Perempuan Tangguh

 

Di tepi jalan debuh kerap kali membenci angin

dan sepi adalah gambaran hati yang patah

Tentang itu, hujan pun datangkan rindu peluh tawa 

Berjalanlah seorang perempuan tangguh tanpa bimbang

Matanya begitu teduh ramah tanpa sungkan

Ujung rambutnya menyapu sisa-sisa pecahan nama

tanpa ragu meninggalakan sepucuk surat di atas dadanya

setelah menghabisi hari dengan pertengkaran

Lidahnya menjulur mengisap debuh yang melekat ujung jari ibunya

Ibu segala ibu, dan segala rindu berlabuh

Mulutnya terus bernarasi sajak demi sajak perihal dada yang sesak

Tubuhnya semakin ringkih tapi tanggal-tanggal di kalender tak lekas

mengabarinya untuk mencintai luka di setiap dada anak-anaknya

Semakin hari pelu berurat dalam tubuhnya mencium urat nadinya,

membakar tulang, memanaskan darah hingga di setiap sudut matanya

terdapat gambar seorang nenek tua duduk menenun kain adat

Tangannnya menggenggam raga dan diamnya pun tunduk

Teringat masa depan anak-anaknnya

Telat sasaran, hujan pun menitipkan air mata menghapus derita dalam bola matanya

dan mimpi kembali menyapa

Perempuan itu sungguh tangguh

Lekas debuh adalah makanannya dan pelu adalah air minumnnya

Lantas perjuangan tak semudah duduk lamun tanpa sadar.

  

Unit Agustinus, 2021

 

Ruang Kata

 

Subuh menggaris bawahi birahi

Tentang kata yang kusam

Sebuah tugu rubuh di atas pundaknya

Kata-kata itu berserakan penuhi ruang ingatannya

Tanya lalu menghubungkan pikirannya dengan ruas langit

dan lidahnya  memikat mimpinya

 

Unit Agustinus, 2021

  

Taman Eden

 

Mula-mula ular itu hidup di sekitar empat sungai yang mengalir dalam taman itu

(sungai Pison, Gihon, Tigris,dan Efrat )

Beberapa patah kata ia titipkan pada hilir keempat sungai itu

“rahasikan kepada makhluk yang lain, kelakuanku yang menguasaimu”

Ternyata dalam ruang patah kata, aku lebih licik dan berkuasa

Ada pun beberapa kata menerobos membumbung ke langit

Bersikeras menjatuhkan pecahan air hujan dan menumbuhkan bunga bakung di lereng bukit

“terserah mau kuapakan”  

Ada gambar, bunyi, dan gerak-gerik langkah hanya saja dirahasiakan kebusukannya

Dalam kata yang masih basah dan lengket tujuh kali tujuh puluh kali kata pengamapunan

Matanya bersayup dan dalamnya terdapat sebuah potongan kayu ara

Adapun ular itu melilit pohon kehidupan dan pengetahuan

Setelah Tuhan menempatkan manusia ciptaan-Nya dalam taman itu

Lidahnya bercabang menjulur satunya ke tanah dan satunya ke atas langit

Ular itu merasa terganggu dan ingin tahu, seperti apa manusia itu?

Perempuan yang Tuhan ciptakan itu ternyata mudah jatuh perasaan

dan laki-laki itu pun ternyata cueknya tinggi dan selalu membela diri

Perempuan begitu setianya sampai mengumpulkan nama-nama kehidupan dalam taman itu

Pada akhirnya dia bertemu makhluk terakhir namanya ular

Ular itu jatuh cinta dengannya dan membujuknya untuk memakan buah yang dirahasiakan 

“makanlah buah ini dan matamu tidak lagi buta” 

Terdapat mahakota dengan dua belas bintang di atas kepala perempuan itu

Tibah dengan sesat,dua belas bintang itu beterbangan ke langit

Setelah kata ular itu memenuhi dadanya

Perempuan itu lalu jatuh dalam dosa menggemparlah suasana dalam taman itu

Debuh dalam bola matanya tumpah dan embun yang menutup kemaluannya jatuh

Kata-kata berubah makna selaras perbuatannya

Tuhan pun menjatuhkan air mata ingat akan perempuan yang mungkin salah diciptakan-Nya

atau laki-laki yang diciptakan itu menguburi rasa perhatian

Pada akhirnya sumpah adalah sebait puisi dengan susunan kata yang tajam

“terkutuklah engkau ular sampai duniamu sebatas umur, dengan perutmulah engkau

berjalan dan debuh adalah santapanmu setiap matahari terbit dan terbenam dalam bola matamu”

“dan kau perempuan, tidak luput dari penderitaan, susahmu lebih dan parasmu

muda jatuh ketika ada rayuan mesra” 

Kabut muncul dari dalam keempat sungai itu lalu menutup taman itu

hingga nama lain Eden adalah surga

 

Unit Agustinus, 2021

 

Perjamuan

 

Ayah telah merapikan meja makan sambil bermenung

Adik nomor satu menghabiskan waktunya berdoa di pojok doa

Adik nomor dua masih duduk menghitung waktu

sudah cukup lama

Adik nomor tiga sibuk memanggang roti

Ibu di dapur sudah sediakan parang dan memasang api

Aku hanya titipkam kata harapan penuh nasib

Setelah mataku tak sanggup melihat ujung laut

Terdapat serpihan kisah patah di bibir pantai

Anak panah dan kaca mata selam sudah mengambil posisi

Dan pergi tetap pulang dan turut merindu

“ibu, ikannya cuma dua ekor saja yang kudapat”

Ibu membakar dua ekor ikan itu

dan mengambil lima roti

menghidangkan di atas meja makan

Lalu kami rayakan perjamuan bersama

tepat jam dua belas siang

 

Unit Agustinus, 2022

_________________

Penuis: Epi Muda

Posting Komentar

0 Komentar